Pungli Di Satpas Polres Tegal: Ujian Nyata Komitmen Polri Terhadap Reformasi

TEGAL-Dugaan praktik pungutan liar (pungli) yang kembali mencuat di Satpas Polres TEGAL menjadi alarm keras bagi institusi Polri. Kesaksian seorang warga berinisial S, yang mengungkap adanya "jalur cepat" berbayar dalam pengurusan Surat Izin Mengemudi (SIM), memperlihatkan bahwa praktik semacam ini bukan sekadar ulah calo liar, melainkan telah mengakar dan melibatkan oknum internal kepolisian.
Lebih dari sekadar pelanggaran etik, pungli adalah bentuk nyata pengkhianatan terhadap prinsip pelayanan publik dan supremasi hukum. Ketika jalur resmi dibuat berbelit dan penuh hambatan, sementara jalur tak resmi justru dipermudah dengan imbalan uang, maka keadilan menjadi barang mewah—terutama bagi rakyat kecil yang tak mampu "membayar jalan pintas".
Pertanyaannya: apakah pimpinan Polres TEGAL benar-benar tidak mengetahui praktik ini? Ataukah ada pembiaran sistemik yang terjadi? Sulit dipercaya bahwa praktik pungli yang berlangsung secara terang-terangan di lingkungan Satpas bisa luput dari pantauan atasan. Terlebih, keberadaan calo di sekitar kantor Satpas sudah menjadi rahasia umum di tengah masyarakat.
Sejumlah pengamat menilai, klarifikasi atau bantahan semata tidak lagi memadai. Publik menuntut langkah nyata: audit internal menyeluruh, pembongkaran jaringan calo dari hulu ke hilir, dan penindakan tegas terhadap setiap oknum yang terbukti terlibat—tanpa pandang bulu.
Jika Polri sungguh-sungguh ingin memulihkan kepercayaan publik, maka kasus ini harus menjadi titik balik. Masyarakat menanti: apakah Polri serius mereformasi dirinya, atau tetap mempertahankan budaya lama yang merugikan?
Jangan sampai penegak hukum justru menjadi bagian dari masalah yang menindas warga. Dalam negara hukum, keadilan seharusnya mudah diakses oleh semua, bukan hanya oleh mereka yang mampu membayar.
(Tri Sutrisno)